KAROMAH GUSDUR
KH Abdurrohman
Wahid (Gusdur). Mantan Presiden ke-4 Republik Indonesia ini lahir di Jombang,
Jatim, 7 September 1940 dari pasangan Wahid Hasyim dan Sholichah. Guru bangsa,
reformis, cendikiawan, pemikir, pemimpin politik ini menggantikan BJ Habibie sebagai
presiden RI setelah dipilih MPR hasil pemilu 1999. Beliau menjabat presiden RI
dari 20 Oktober 1999 hingga Sidang Istimewa MPR 2001. Beliau lahir dengan nama
Abdurrahman Addakhil atau “sang penakluk”, dan kemudian lebih dikenal dengan
panggilan Gusdur.
Gusdur
adalah putra pertama dari enam bersaudara, dari keluargan yang sangat terhormat
dalam komunitas muslim jawa timur. Kakek dari ayahnya, KH Hasyim Asy’ari,
adalah pendiri Nahdlatul Ulama atau NU, sementara kake dari pihak ibu, KH Bisri
Syansuri, adalah pengajar pesantren.
Di sela-sela acara
tahlilan hari ke-7 wafatnya Gusdur di Ciganjur, Jakarta Selatan, Selasa, Kyai
Sa’id Aqil pernah diajak ziarah ke pedalaman Tasikmalaya, Panjulan. Gusdur
membawanya ke sebuah kuburan yang sepi. Untuk mencapai lokasi saja, harus
menyebrang sebuah situ (danau).
Saat tiba, Gusdur
menuju sebuah makam. Saat ditanya Kyai Sa’id, siapa jenazah yang telah
dikebumikan di tanah ini? Gusdur tidak langsung menjawab. “dia orang sakti. Dia
mencari musuh agar dia bisa dikalahkan,” ujar Kyai Sa’id Aqil meniru ucapan
Gusdur.
Orang sakti yang
dimaksud Gusdur, sambung Sa’id Aqil, ternyata bernama Surya Mesesa, seorang
penyebar agama Islam di pulau jawa. Gusdur memberitahukan kepada Kyai Sa’id
Aqil, mengapa Surya Mesesa bisa masuk Islam.
“untuk mendapatkan
musuh, Surya Mesesa sampai ke Madinah, dan bertemu Syeikh Ali. Sama Syeikh Ali,
Surya Mesesa disuruh mengangkat sebuah tongkat, dan tidak bisa. Karena itu, dia
masuk Islam,” ujarnya.
Dan pada saat
Gusdur bersama Kyai Sa’id Aqil berziarah ke makam Syeikh Ali, beliau ingin
membacakan surah al-fatihah untuk Syeikh Ali sebanyak 1000 kali. Namun ketika
mereka baru membacakan al-fatihah sebanyak 30 kali tiba-tiba seorang polisi
datang mengusir mereka dan mengatakan, “musyrik, haram!”.
Untung saja mereka
bukan penduduk setempat, sehingga tidak dihukum berat, karena bagi mereka
ziarah kubur adalah larangan berat. Namun Gusdur sempat marah kepada polisi
itu, “kamu musuh Allah, wahabi,” kata Gusdur.
Menurut kang Sa’id,
panggilan akrab KH Sa;id Aqil Siroj, Gusdur memang gemar berziarah ke makam
para aulia dan sesepuh. Selain mendoakan mereka, dengan cara Gusdur merangkai
sejarah peristiwa yang terjadi beberapa ratus tahun yang lalu, yang bahkan
tidak tertulis dalam buku-buku sejarah.
Namun
ada yang menarik ketika Gusdur berziarah kesuatu makam, kata Kang Sa’id, “kalau
ada makam yang diziarahi Gusdur, pasti kemudian makam itu ramai diziarahi
orang. Gusdur memang tidak hanya memberkahi orang yang hidup, tapi juga orang
yang sudah mati,” katanya disambut tawa hadirin.
Setelah berziarah,
beliau berdoa di Raudhoh, malamnya Gusdur mengajak Kyai Sa’id jalan-jaln ke
Masjid untuk mencari seorang wali. Setelah muter-muter di Masjid, Kyai Sa’id
ketemu dengan orang pakai sorban tinggi, lagi ngajar santrinya banyak, lalu
Kyai Sa’id berkata kepada Gusdur.
“apa ini wali Gus?”
Gusdur bilang,
bukan..!
Akhirnya mencari
lagi, dan ketemu dengan orang yang pakai surban dengan jidat hitam, Gusdur
bilang bukan ini.....
Kemudian Gusdur
menghentikan langkah di dekat orang yang memakai surban kecil biasa, duduk di
atas sajadah, baru Gusdur bilang, “ini adalah wali...”
Kemudian Kyai Sa’id
memperkenalkan pada wali tersebut, dalam bahasa Arab, dan terjemahannya seperti
ini, “Syeikh ini saya perkenalkan namanya Ustadz Abdurrohma Wahid, ketua
organisasi Islam terbesar di Asia”.
Tujuan dari
mencari wali ini adalah ingin mendapat doa barokah dari seorang wali tersebut.
Akhirnya wali ini
berdoa untuk Gusdur semoga diridhoi, diampuni, hidupnya sukses.
Setelah itu wali
tersebut pergi sambil menyeret sajadahnya dan mengatakan “dosa apa saya? Sampai-sampai
maqom (kedudukan) saya diketahui oleh orang...”
Dalam
sebuah atsar (perkataan ulama) menyatakan, bahwa yang mengetahui kedudukan
seorang wali adalah sesama wali itu sendiri.
Semasa menjadi
presiden Indonesia, Gusdur sangat rajin menjalin silaturrohim dengan pemimpin
negara lain, satu kebiasaan baik yang telah dikembangkan sejak sebelum beliau
menjadi presiden kepada masyarakat.
Salah satu lawatan
pentingnya Gusdur adalah ke India di awal Februari tahun 2000, setelah
perjalanan panjang dari Eropa. Di negeri yang dialiri sungai Gnggai ini, Gusdur
bertemu dengan Perdana Menteri Atal Behari Vejpaye dan Sonia Gandhi dan
menerima gelar doktor honoris causa dari Universitas Jawaharlal Nehru.
Perjalanan panjang
keliling Eropa dan pulangnya melewati India dan melanjutkan ke Korea Selatan
ini menggunakan pesawat kepresidenan, yang tentu saja memiliki standar keamanan
dan pelayanan yang terbaik untuk orang paling penting di Indonesia.
Pada kunjungan
tersebut, ketika pesawat udara mendekati New Delhi, terdapat awan yang sangat
gelap yang menutupi bandar udara sehingga tidak mungkin untuk mendarat di
bandara Internasional India Gandhi New Delhi, sehingga direncanakan mendarat di
bandara lain terdekat sebagai alternatif.
Bagi seorang
presiden dengan jadwal yang sudah diatur secara ketat karena terbatasnya waktu,
kondisi ini tentu akan membuat rencana kegiatan menjadi berantakan. Di tengah-tengah
situasi seperti itu, tiba-tiba terjadi sebuah fenomena alam yang sangat ajaib,
tiba-tiba saja langit terbuka, sehingga pesawat bisa melewati awan, dan anehnya
setelah mendarat dengan selamat, langit kembali tertutup awan hitam.
Kisah ini
disampaikan oleh pilot pesawat kepresidenan yang sedang bertugas pada saat itu,
kepada adik Gusdur, Umar Wahid yang merasa takjub dengan kejadian tersebut.
“ ini betulan atau
tidak, tapi pilot tersebut mengatakan dalam karirnya sebagai pilot, ia tidak
pernah mengalami kondisi seperti itu,” katanya.
Sebagai pilot
kepresidenan, tentu saja telah dipilih orang dengan jam terbang tinggi dan
kemampuan terbaik, kondisi seperti itu merupakan fenomena alam yang aneh yang baginya
juga luar biasa dan tak terlupakan.
No comments:
Post a Comment