KAROMAH
KH AS’AD SYAMSUL ARIFIN SITUBONDO
KH AS’AD
SYAMSUL ARIFIN atau dikenal dengan sebutan Kyai Haji As’ad Samsul Arifin. Lahir
pada tahun 1897 di Makkah, meninggal 4 Agustus 1990 di Situbondo pada usia 93
tahun. Beliau adalah pengasuh ponpes salafiyah syafi’iyah di Desa Sukorejo,
Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. Ulama besar sekaligus tokoh dari NU
dengan jabatan terkhir sebagai Dewan Penasehat (mustasyar) PBNU hingga akhir
hayatnya.
Dideretan
ulama-ulama besar di Indonesia, nama KH As’ad tentu bukanlah nama yang asing.
Beliau merupakan mediator berdirinya salah satu ormas terbesar di Indonesia
yaitu NU dan juga pendiri PonPes Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa
Timur, yang dikenal dengan jumlah ribuan santrinya.
Sebagai Kyai
dan ulama besar, KH As’ad tidak hanya dikenal mengusai ilmu para guru dan
kitab-kitab hikmah saja, namun juga mempunyai banyak kelebihan atau
karomah yang jarang dimiliki oleh manusia biasa.
Seperti halnya
yang diungkapkan KH Fawaid As’ad, salah satu putra almarhum, mengatakan jika
kelebihan atau ilmu-ilmu beladiri yang dimiliki oleh sang ayah memang cukup
banyak. Hal itu bukanlah semat-mata digunakan untuk membela agama dan
mempertahankan negara dari serangan penjajah.
Diantara
kisah-kisah mengenai bukti kekaromahan KH As’ad semasa hidupnya pun terkuak
dari KH Fawaid : “pada zaman dulu, murid-murid beliau itu banyak dari kaum
bromocorah (preman) sehingga beliau pun banyak mendalami ilmu beladiri,” tutur
KH Fawaid memulai cerita.
Ilmu-ilmu
beladiri yang dimiliki KH As’ad, sambung KH Fawaid , juga diajarkan kepada para
muridnya.
Ia
menceritakan, saat santrinya dibekali sebilah pedang serta celurit dan disuruh
saling membacok, tapi tebasan pedang dan celurit itu tidak ada yang mencidrai
mereka. Sebagian murid yang lain, ada yang diuji melompat dari pohon kelapa
yang tinggi dan ternyata badanya tetap utuh serta segar bugar. Yang ajaib
adalah saat para murid itu mampu menjatuhkan puluhan buah kelapa hanya dengan
sekali pandang.
Tidak hanya
itu, kamasyhuran kekaromahan beliau juga terbukti pada saat perang kemerdekaan.
Beberapa pejuang tampak membawa pasir. Pasir itu konon adalah pemberian dari KH
As’ad kepada para pejuang. Pasir tersebut kemudian ditaburkan ke kacang hijau
di dekat markas tentara belanda atau jalan yang akan banyak dilewati tentara
belanda.
“aneh, suatu
keajaiban terjadi. Puluhan tentara belanda yang bersenjata lengkap itu
tiba-tiba lari terbirit-birit ketakutan sambil meninggalkan senjatanya. Mungkin
mereka mengira suara pasir itu adalah suara dentuman senjata api. Para pejuang
pun memungut satu persatu senjata yang ditinggalkan belanda,” kisah KH Fawaid.
Lebih jauh
lagi, KH Fawaid bahkan menceritakan ada kisah lain yang mengisyaratkan bahwa KH
As’ad memang bukanlah ulama sembarangan. Kisah itu terjadi saat Kyai Mujib
(teman KH As’ad) diajak KH As’ad menghadiri delapan acara walimah haji yang
berada di luar kota.
Keduanya pu n
berangkat dari rumah, sekitar pukul 20.30 WIB. Namun anehnay, Kyai Mujib baru
merasakan keajaiban yang dialaminya setelah kembali ke Sukorejo. Dia kaget
lantaran delapan lokasi acara walimah haji yang didatangi oleh KH As’ad
ternyata hanya ditempuh dalam waktu dua jam.
“padahal,
perjalanan pulang pergi saja memerlukan waktu 2 jam, sementara mereka harus
mengunjungi 8 kali acara yang tempatnya masing-masing sangat berjauhan.
In belum lagi dihitung waktu KH As’ad memberi ceramah dan jamuan makan, yang
tentu saja memakan waktu tidak sebentar. Ini ajaib. Mana mungkin perjalanan
yang seharusnya memakan waktu 2 jam plus semua acara yang tempatnya
saling berjauhan dan memakan waktu berjam-jam itu, bisa dilakukan hanya dengan
dua jam?” ungkap KH Fawaid.
Kyai Mujib pun
mengemukakan kebingungannya itu kepada supir KH As’ad, KH Abdul Aziz.
“iya.. ya,
kenapa bisa begitu?”katanya sambil berulang kali melihat jam tangannya untuk
meyakinkan diri bahwa saat itu memang baru pukul 22.30 WIB.
“usut punya
usut, seminggu kemudian. Di Sukorejo, Haji Aziz akhirnya memperoleh info
mengenai keributan yang hampir saja terjadi di antara pemilik delapan acara walimah
tersebut karena masing-masing ngotot minta didatangi Kyai pada saat yang
bersamaan. Akhirnya, meraka sama-sama tercengang, sebab masing-masing mempunyai
bukti berupa foto ketika Kyai As’ad berada di rumah-rumah mereka ,” imbuh
KH Fawaid.
Peristiwa seperti
itu tampaknya juga pernah dialami sendiri oleh KH As’ad ketika muda. Dia heran,
ada Kyai yang menjadi imam sholat jumat di tiga Masjid sekaligus. Menurut
kisah, KH As’ad bermakmum saat sholat jumat dengan imam Kyai Asadulla di Masjid
Besuki.
Bupati Situbondo,
yang mendengar hal itu, membantah dan sambil ngotot mengatakan bahwa Kyai
Asadullah hari itu mengimami sholat jumat di Situbondo, bahkan sang bupati
mengaku berdiri tepat di belakangnya.
Pendahulu
Asembagus yang kebetulan mendengar pertikaian itu, malah menimpali bahwa Kyai
Asadullah menjadi imam Masjid di daerahnya.
Hal itu
mengingatkan KH As’ad pada dawuh (perintah) Habib Al-Musawa bahwa Kyai
Asadullah telah mencapai maqom fana fi dzat, bisa menjadi 3 bahkan 10 dalam
waktu bersamaan. Ilmu yang sama kelak akan dimiliki juga oleh KH As’ad.
Wallahu a’lam
bishowab.
No comments:
Post a Comment